Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas


"Aku harus berkelahi untuk bertahan hidup, kalau tidak aku akan mati karena hal lain, aku akan mati karena merindu."

Penggalan kalimat di atas merupakan salah satu kutipan favorit saya dalam novel ini. Bukan apa-apa, tapi kalimat itu diucapkan Ajo Kawir, lelaki impoten yang menjadi tokoh utama pada novel.

Tidurnya si burung membuatnya tak bisa menafkahi istrinya. Kala "hasrat" itu ada dan dia tak bisa menuruti Iteung, istrinya. Ia cuma bisa pasrah saat Iteung mengandung dengan lelaki lain yang menggodanya.

Iteung yang merasa bersalah pada Ajo Kawir, menghajar lelaki itu hingga membuatnya mendekam di penjara.

Kemana Ajo Kawir setelah itu? Menjadi sopir truk lintas pulau. Dalam pengelanaannya ia mencoba berbagai cara untuk membuat si burung bangun.

Hingga kemudian ia berhasil membuat si burung bangun dari tidur lelapnya dengan cara yang sangat tidak diinginkannya: bercinta dengan kondekturnya yang buruk rupa, Jelita. Itupun karena Jelita menggodanya.

Saat kebebasan istrinya, ia pulang ke rumah. Ia mendapati istrinya dalam keadaan bersalah. Beberapa hari sebelumnya, Paman Gembul, sahabat Ajo Kawir, memberitahu Iteung bahwa ia berhasil melacak dua polisi yang membuat "burung" suaminya terlelap bertahun-tahun.

Diliputi rasa dendam, Iteung kemudian membunuh dua polisi tersebut, yang membuatnya akan mendekam di penjara lagi beberapa saat setelah bertemu suaminya dengan "burung" yang sudah bangun.

“Tuan, sembari menunggunya bebas, bolehkah aku tidur lagi untuk sementara waktu? Aku akan bersabar menunggu, sebagaimana kau sabar menungguku bangun.” 

Saya termasuk pembaca baru karya Eka. Ini novel pertamanya yang saya baca. Di tengah kehidupan yang keras, tidurnya burung merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai.

Meminjam pendapat Widyanuari dari Kompas, “Dialog dengan kemaluan jadi ruang permenungan, melahirkan keyakinan tak biasa”. Ini seakan menjadi antitesis atas anggapan membicarakan “kemaluan” itu sesuatu yang tabu.

Bagaimana tidak, saat Ajo Kawir berusaha untuk membangunkan si burung yang terlelap berpuluh tahun dan akhirnya bisa, ia justru tidak bisa melampiaskan rindunya pada Iteung.

Kalau saya mengandaikannya, kamu berjuang sangat keras untuk seseorang dan kemudian yang kamu perjuangkan “terpaksa” meninggalkanmu, apa keputusan terbaik yang akan kamu pilih? Melampiaskannya kepada yang lain atau menjadi filsuf?

Poin kedua, saat Iteung tetap mau menikah dengan Ajo Kawir meski ia sadar ia tak bisa beranak dengannya, bahkan tak bisa memuaskan hasrat biologisnya.

Jika manusia hidup dengan misi, dan salah satu cara untuk melanggengkan misi yang belum tercapai adalah dengan berkembang biak, maka alasan rasional apa yang membuat Iteung bersedia untuk menikah dengan Ajo Kawir?

Cukup dengan pertanyaan retoris, menikah memang bukan melulu urusan hubungan badan bukan?

Saya pernah mendengar pendapat (lupa dari mana) begini: pada dasarnya manusia hidup itu menuruti kemauan dua bagian tubuh, perut dan bawah perut, otak dan nurani mengendalikan keduanya.

Bilamana urusan perut tercukupi, maka akan beralih ke bagian "bawahnya". Maka tak jarang berbagai konflik hidup banyak berawal dari dua bagian tubuh tersebut.

Mengamati Eka menyelipkan berbagai obrolan Ajo Kawir dengan si burung, saya menyimpulkan bahwa ketenangan dan kedamaian akan ada saat kita menundukkan keduanya.

Bagaimana kemudian si burung tetap terlelap meskipun banyak orang berusaha membangunkannya. Seolah ia sama sekali tidak tertarik dengan hingar bingar kehidupan.

Ditulis dengan gaya “novel silat”, menurut saya novel ini sangat layak dibaca. Sebagai pembaca, saya menilai Eka sangat lihai dalam menyisipkan berbagai makna kehidupan dalam novelnya. Meskipun lewat dialog dengan "kemaluan".

Jadi, masih berpikir dialog tentang "kemaluan" sebagai sesuatu yang tabu?

Judul: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: xiv + 242 halaman

Oleh: Thoriq Ziyad

(Dukung kami untuk terus menyajikan tulisan berkualitas dengan berdonasi di sini.)

Postingan Berikutnya Postingan Sebelumnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url